Posts

Showing posts from August, 2025

Dalam Wajah Biner

Image
Dalam hidup, yang segala sesuatu selalu terbagi menjadi dua dan bertolak belakang, Embun mencoba bertahan. Ia merasa dunia menyambutnya dengan hangat dan penuh harapan. Senyum orang asing bisa terasa seperti undangan masuk ke dalam sebuah kenyamanan. Pujian dan harapan bisa menjelma serupa janji setia. Dalam detik-detik itu, ia merasa utuh, dicintai tanpa syarat. Namun, tiba-tiba saja, detik berikutnya, semua runtuh. Senyum berubah sinis, tatapan berubah menjadi pengkhianatan. Ia yang meyakini kalau semua kasih sayang itu berubah palsu, muslihat yang menjebaknya agar kembali terpuruk. Dunia menyalakan cahaya untuknya lalu meninggalkannya dalam gelap gelita, di sudut antah berantah. “Kenapa kalian meninggalkanku?” serunya suatu malam di kamar sendiri. Tapi kamar itu menggemakan suara-suara lirih: mereka tidak pernah benar-benar ada, hanya bayangan yang ia ciptakan.  "Kamu layak sendiri, temanmu cuma sepi, dan jelaga di kepalamu yang akan menelanmu mati." Di kepalan...

11:11

Image
Jam digitalku di meja mencilap kerlip. 11:11. Aku terpekur lama, bukan… bukan angka itu yang membuatku takjub, tapi ribuan kali yang harus aku lewati setiap jam segini, dan terbangun karena angka membuat aku tergemap lama. Kini, seakan dua garis sama itu sedang menatap balik—dua pasang lurus, kurus tirus, tapi juga terasa amat intim, seperti sepasang pintu yang terbuka ke suatu portal yang asing buatku. Aku terbangun tanpa tahu pukul berapa aku mulai tidur, ribuan kali begini. Tidak ada mimpi yang bisa kuingat, hanya rasa berat di dada, sumuk di udara, dan kelam di kepala. Seperti habis diseret dari palung paling dalam di Samudera Hindia. Lalu di sanalah aku melihatnya, tepat di atas meja, sebuah buku usang tergolek seperti minta dibuka. Sampul kulit sapi, bukan jenis yang mahal. Baunya lembap seperti pernah disimpan di laci yang jarang sekali dibuka. Dan dari ingatanku yang paling pendek pun, aku tahu, kalau buku itu bukan milikku.  Jari jemariku berdenyut merenyut men...

Dua Bapak, Dua Dunia, Tiga Leksikal Gustatori

Image
Saya tumbuh dari seorang Papa, ia tidak membaca literatur feminisme atau pemberdayaan perempuan whatsoever, tidak juga mengutip Simone de Beauvoir di dinding seperti kamar saya, atau beli buku bell hooks, atau baca Fatima Mernissi, apalagi mengikuti perdebatan soal bias gender di forum-forum dialektik. Namun, ia menanamkan pada saya satu hal yang jauh lebih membekas, yaitu keberanian jadi manusia berdikari, let's say it… being a lonewolf. Dari kecil, ia mendorong saya untuk bertanya, menantang jawaban, dan melihat dunia dari berbagai sudut. Ia mengoleh-olehi buku-buku, majalah elektro dan komputer (meski ini agak aneh untuk ukuran gadis kecil), komik wayang, novel sains, dan yang paling luar biasa musik-musik dunia yang ajaib untuk telinga saya saat itu. Ia mengajak berdiskusi di meja makan, meski topiknya terlalu “serius” untuk ukuran bocah perempuan. Bagi Papa, saya adalah manusia sebelum saya adalah perempuan. Dan dari situ, tanpa sadar, ia membesarkan saya menjadi s...

“Persik Si Sapi Sapioseksual”

Image
Namanya Persik, ia seekor sapi yang lahir di kandang yang mengajarkan bahwa hidup bukan cuma urusan makan, tidur, dan bertahan sampai musim panen berikutnya. Mayoritas sapi di sana percaya bahwa tubuh gempal, perut penuh produksi susu, serta kecantikan tanduk dan kilap kulit adalah paspor menuju popularitas satu kandang. Tetapi Persik melihatnya sebagai sebuah kebetulan genetik, bagian dari probabilitas “yang biasa-biasa aja”, kamuflase yang tak ada hubungannya dengan kedalaman jiwa apalagi nalar yang kritis. Bagi Persik Si Sapi, tubuh cuma kendaraan sementara. Fungsinya jelas: membawa pikiran ke tempat-tempat yang lebih jauh daripada kaki sanggup melangkah. Masalahnya, sebagian besar sapi berpikir begitu, dan sudah menjadi sebuah kesepakatan kolektif para sapi dan gembalanya, kalau pencapaian lahir dari bentuk tanduk yang simetris atau pola hitam putih di tubuh tambun yang presisi itu adalah segalanya. Persik Si Sapi tahu, kalau itu cuma tipuan biologi, hanya bagian dari s...

Si Kepik dan Separuh Sayapnya yang Patah

Image
Kepik itu pernah jatuh cinta pada selembar daun muda. Ia percaya daun itu rumah, lindap, dan setia. Sampai suatu hari, daun itu ranggas, bukan karena kemarau, tapi karena tangkainya diam-diam rela dipotong ulat demi keselamatannya. Kepik itu jatuh, karena daun kering tak punya daya untuk bertahan. Sejak itu ia tahu, kalau semesta hijau ini seringkali membusuk dari dalam. Ia tinggal di negeri para peragu, bagaimana serangga takut terbang karena khawatir ditangkap belalang, bunga tak berani mekar karena khawatir dihinggapi kupu-kupu. Di sini, mengalah adalah sebuah cara untuk bertahan lebih lama. Semua diajari menunduk, bahkan pada bayangan sendiri. Kepik mengalah pada semut yang menjarah asupannya, pada kumbang yang meremukkan separuh sayapnya, dan pada waktu yang mencuri mentari sebelum tubuhnya bisa menghangat. Kepik punya mimpi besar melintasi sungai, setengah sayapnya memantulkan cahaya seperti mentari yang berbinar-binar. Tapi suatu malam, mimpi itu dibunuh bukan oleh t...

SENI MENJADI SI LUCU

Image
Sebuah tata cara menjadi si paling komedi. Kamu hanya perlu mengatakan iya pada banyak orang, lalu diam-diam kamu belajar mengubur lukamu sendiri di lubang yang tak ada pusaranya, tak ada namanya. Menjadi orang baik itu mudah. Kamu hanya perlu tertawa dan melucu sedikit lebih cerdas daripada semua orang, agar mereka tidak tahu kalau kamu pun sedang hancur perlahan-lahan. Menjadi orang baik itu cukup semringah. Kamu akan sering disebut bak malaikat oleh orang-orang yang bahkan tak tahu di mana tempat tinggalmu. Kamu akan diundang ke semua keriaan, yang tak punya kursi kosong untukmu, saat kamu sudah lelah berdiri. Menjadi orang baik itu menguntungkan. Bukan untukmu, tapi untuk semua orang yang tahu kamu pantang berkata: tidak. Aku telah menjadi payung yang menunggu hujan di ubun-ubun orang lain, gelas kosong yang menunggu diisi tapi selalu diberikan pada orang baru, dan bohlam sorot yang dielu-elukan karena mampu menerangi, meski tak ada satu pun yang bertanya berapa kali ak...