Si Kepik dan Separuh Sayapnya yang Patah
Ia tinggal di negeri para peragu, bagaimana serangga takut terbang karena khawatir ditangkap belalang, bunga tak berani mekar karena khawatir dihinggapi kupu-kupu. Di sini, mengalah adalah sebuah cara untuk bertahan lebih lama. Semua diajari menunduk, bahkan pada bayangan sendiri. Kepik mengalah pada semut yang menjarah asupannya, pada kumbang yang meremukkan separuh sayapnya, dan pada waktu yang mencuri mentari sebelum tubuhnya bisa menghangat.
Kepik punya mimpi besar melintasi sungai, setengah sayapnya memantulkan cahaya seperti mentari yang berbinar-binar. Tapi suatu malam, mimpi itu dibunuh bukan oleh takdir, melainkan oleh serangga-serangga yang mengatakan, “Bahagia itu cuma milik mereka yang bersayap lengkap.” Mereka menginjaknya, untuk mengingatkan tempatnya di bawah, dalam diam, tanpa keluh.
Kini, ia berjalan mencari mentari. Bukan untuk mencari hangat, sebab ia tahu beberapa patah tak akan pernah tumbuh lagi. Ia hanya ingin membuktikan bahwa yang paling remuk redam pun, butuh mentari sesekali.
Dan ketika seekor serangga bertanya apakah kepik setengah sayap, layak untuk bahagia? Kepik itu hanya tertawa kecil, “Siapa yang bilang, kalau layak itu milik kesepakatan?”
Lalu, kepik setengah sayap kembali merayap, dalam dunia yang lindap, untuk mencari perlindungan mentari.
Comments
Post a Comment