Mengapa Kita Harus Merasa Bersalah Jika Sedang Ingin "Sendirian"

Pernahkah kamu merasa bersalah hanya karena ingin menarik diri sejenak? Sekadar mengatakan, “Saya sedang kepengen sendirian dulu,” sering kali menimbulkan beban emosional yang tidak perlu. Seolah-olah keinginan untuk menjaga ruang pribadi adalah tindakan egois, atau lebih buruk lagi, dibilang manusia anti-sosial.

Di versi 4.4 ini, saya mulai sadar bahwa menyendiri bukanlah bentuk penolakan terhadap orang lain, melainkan penerimaan terhadap diri sendiri.

Jon Kabat-Zinn, tokoh penting dalam dunia mindfulness, pernah menulis: “You can’t stop the waves, but you can learn to surf.” Di balik keinginan untuk sendiri, sering kali ada gelombang-gelombang batin yang sedang bergejolak: kelelahan, kekacauan pikiran, atau sekadar kebutuhan untuk hening. Saya tidak bisa menghentikan semua itu. Tapi at least saya bisa belajar berselancar di atasnya—dan menyendiri adalah salah satu bentuk papan selancar terbaik yang bisa digunakan.

Namun, kenapa rasa bersalah tetap muncul?

Karena kita ini dibentuk oleh budaya yang memuja keterhubungan, produktivitas, dan keramahan. Kita diajarkan untuk selalu ada bagi orang lain, bahkan ketika kita sendiri sedang kosong. Maka ketika kita menarik diri, ada narasi sosial yang bilang bahwa: “Kamu menyakiti mereka.” Padahal, sering kali, yang sebenarnya terjadi adalah: “Saya sedang menyembuhkan diri sendiri.”

Versi 4.4 dari kematangan bukan hanya soal mampu menjaga relasi dengan orang lain, tetapi juga mampu menetapkan batas dengan tegas. Ia adalah versi di mana saya belajar mengatakan “tidak” tanpa rasa takut kehilangan cinta. Saya mulai memahami bahwa menyendiri bukanlah tindakan menjauh, tapi cara untuk tetap utuh. Bukan penolakan terhadap yang lain, tapi penghormatan terhadap diri sendiri.

Dalam praktik mindfulness yang diajarkan Jon Kabat-Zinn, saya merasa diajak untuk berada sepenuhnya di momen sekarang—termasuk ketika sedang sendirian. Keheningan bukan sesuatu yang harus diisi. Ia bisa menjadi ruang suci untuk kembali mengenali siapa diri saya di balik segala peran yang saya sedang mainkan.

Jadi, jika di suatu hari kalian lagi kepengen sendirian, mending bilang dengan tenang. Tanpa pembelaan. Tanpa rasa bersalah. Itu bukan kelemahan—itu tanda bahwa kalian sedang belajar berselancar dengan lebih sadar.

Dan itu adalah wujud kematangan emosi.

Comments

Popular posts from this blog

Tidak Semua Orang Dianugerahi Keajegan Berpikir. Karena Menjadi Pengendali Hari ini Pun Sudah Cukup

Si Kepik dan Separuh Sayapnya yang Patah

Dua Bapak, Dua Dunia, Tiga Leksikal Gustatori